Minggu, 19 Mei 2013

Melanggar Hak dalam Wajib Pajak dalam KMK demi Kewajiban Undang-Undang

Pada Tahun 2008 Wajib Pajak X menyampaikan Laporan SPT Masa PPN Lebih Bayar bulan Februari 2008. Wajib Pajak mengajukan permohonan pengembalian Kelebihan Pajak sesuai dengan pasal 17B UU KUP pada tanggal 18 September 2008. Pada Bulan Februari 2009, Pemeriksa KPP WP menerbitkan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak.

Selama proses pemeriksaan Wajib Pajak memenuhi permintaan Pemeriksa Pajak. Pada tanggal 14 September 2009 Pemeriksa mengirimkan SPHP kepada Wajib Pajak sekaligus undangan untuk melakukan pembahasan akhir hasil pemeriksaan pajak. Dalam undangan tersebut Wajib Pajak diminta untuk menghadiri pembahasan akhir (closing conference) paling lama 3 hari sejak tanggal SPHP. Undangan pembahasan ini diberikan jangka waktu 3 hari mengingat Jatuh Tempo SKPKB diterbitkan adalah tanggal 17 September 2009 atau 12 bulan sejak Permohonan Wajib Pajak di atas.

Dalam hal ini Wajib Pajak tidak berkenan hadir dikarenakan waktu yang diberikan untuk menghadiri pembahasan akhir tidak sesuai dengan hak Wajib Pajak dalam PMK-199/PMK.03/2007. Seharusnya Wajib Pajak diberikan waktu selama 7 hari. Karena Wajib Pajak tidak hadir sesuai Undangan, maka Pemeriksa menerbitkan SKPKB tanpa pembahasan akhir/closing conference pada tanggal 17 September 2009.

Berdasarkan uraian kasus di atas, apakah langkah yang dilakukan oleh Pemeriksa Pajak sudah tepat?. Demi memenuhi kewajiban dalam Undang-Undang, dia mengorbankan hak wajib pajak untuk menghadiri pembahasan akhir.

Dasar Hukum:
Pasal 17B ayat 1 UU KUP

Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak, selain permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C dan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17D, harus menerbitkan surat ketetapan pajak paling lama 12 (dua belas ) bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap.

Pasal 22 ayar 4 huruf b PMK 199/PMK.03/2007

Wajib Pajak wajib memberikan tanggapan tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan dan berhak hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan paling lama :
b. 7 (tujuh) hari kerja sejak Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan diterima oleh Wajib Pajak untuk Pemeriksaan Lapangan.
Menurut saya apa yang dilakukan oleh Pemeriksa Pajak sudah tepat dari sisi Undang-Undang. Sesuai dengan Pasal 17B di atas Pemeriksa memiliki kewajiban untuk menerbitkan SKPKB. Apabila lewat dari 12 bulan tersebut maka SKPKB tidak sah dan permohonan Wajib Pajak dianggap dikabulkan.

Terkait hak Wajib Pajak untuk menghadiri pembahasan akhir selama 7 hari itu hanyalah jangka waktu paling lama. Memang itu adalah hak Wajib Pajak dan setiap hak Wajib Pajak adalah Kewajiban bagi Pemeriksa Pajak. Akan tetapi melihat kebutuhan dan amanah Undang-Undang setidaknya Wajib Pajak memahami dan mengerti bahwa dalam undangan pembahasan pun sudah dijelaskan dengan jelas bahwa Wajib Pajak diminta untuk hadir paling lama 3 hari.

Selama yang dilakukan fiskus sesuai Undang-Undang menurut saya itu adalah hal yang tepat karena peraturan ini adalah di atas peraturan yang lain. Hanya saja memang ada sedikit hak Wajib Pajak yang hilang, bukan SAMA SEKALI hilang. Sekalipun Wajib Pajak tidak hadir dan berdalih hilang haknya, apa dilakukan Pemeriksa sudah sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. Berdasarkan pasal 23 ayat 6 PMK-199/PMK.03/2007 tersebut berbunyi

Dalam hal Wajib Pajak tidak hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dan Pemeriksa Pajak telah membuat dan menandatangani berita acara ketidakhadiran Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (4), atau ayat (5), Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dianggap telah dilaksanakan.

Sehingga atas SKPKB tersebut sah dan berkekuatan hukum tetap.


Apabila Wajib Pajak merasa dirugikan kaena haknya dikurangi Wajib Pajak berhak mengajukan gugatan atas prosedur pemeriksaan ini. Wajib Pajak dapat melakukan gugatan ke Pengadilan Pajak atas Surat Undangan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, Hal ini sesuai dengan Pasal 23 ayat (2) UU KUP.


Gugatan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap: d. penerbitan surat ketetapan pajak atau Surat Keputusan Keberatan yang dalam penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan hanya dapat diajukan kepada badan peradilan pajak.

Badan Peradilan yang dimaksud adalah Pengadilan Pajak. Di Pengadilan Pajak nanti Wajib Pajak dapat menuntut dan membuktikan apa yang disangkakan kepada Pemeriksa Pajak. Dan Pemeriksa Pajak melalui wakil Terbanding akan mempertahankan pendapat pemeriksa. Apakah Majelis PP mengabulkan Permohonan Wajib Pajak atau tidak? Hehe sampe sekarang saya belum menemukan kasus guagatan formal seperti itu. Untuk kasus ini saya temukan di Putusan Pengadilan Pajak atas Banding bukan Gugatan, Akan tetapi di dalam Putusan tersebut Majelis sama sekali tidak membahas dan menjadikan pertimbangan. Apakah berarti DJP sudah benar?? MYBN, May be Yes May be No... hehehhe


Tidak ada komentar:

Posting Komentar