Selasa, 22 Januari 2013

Pemajakan atas Sewa Tower BTS

BTS (Base Transreceiver Station) adalah suatu istilah dalam teknologi komunikasi untuk menyebut serangkaian alat yang berfungsi menjembatani perangkat komunikasi pengguna dengan jaringan menuju jaringan lain. Industri komunikasi selluler sangat terbantu dengan alat ini. Dengan adanya BTS di suatu daerah sekalipun terpencil, maka jangkauan komunikasi bisa mencapai daerah.

Biasanya satu BTS tidak hanya digunakan oleh satu provider saja. Dengan memasukkan semacam alat penerima jaringan provider di BTS tersebut, maka BTS tersebut akan memancarkan jaringan ke pengguna telepon selluler. Ada berbagai macam jenis BTS, namun saya tidak akan membahas detail BTS di tulisan ini. Yang jelas yang lumrah disebut orang-orang sebagai BTS adalah tower yang berdiri menjulang tegak yang ditanamkan di atas tanah beserta gardu (kotakan) yang berisi berbagai macam komponen sebagai otak yang mengendalikan.

Seiring dengan berkembang pesatnya bisnis komunikasi selluler di Indonesia tidak dipungkiri perkembangan bisnis sarana dan prasarana yang mendukungnya pun sangat cepat. Salah satunya bisnis persewaan BTS ini. Banyak perusahaan-perusahaan yang berinvestasi dengan membangun tower-tower BTS yang kemudian disewakan kepada para provider telekomunikasi seluller. Ada peraturan pemerintah juga yang mengatur agar penggunaan Tower dapat dilakukan secara efisien yaitu dengan penggunaan Tower Bersama. Beberapa perusahaan

Tulisan saya kali ini akan membahas aspek perpajakan dari BTS. BTS  koq dipajaki?? Ya, saya tertarik menulis hal ini karena ada suatu kasus yang saya jumpai di tempat kerja saya. Ada sengketa pajak tentang pemajakan atas sewa BTS, apakah termasuk sewa alat (PPh Pasal 23) atau sewa tanah dan bangunan (PPh Pasal 4 ayat 2).

Jika dilihat secara kasat mata mungkin kita akan berkesimpulan bahwa sebuah instalasi tower sebagai sebuah bangunan, sebab di sana terdapat tanah, tower, pagar, dan serangkaian alat yang ditanamkan pada tanah. Sehingga sewa atas penggunaan tower tersebut digolongkan sebagai transaksi sewa atas bangunan. Apalagi dalam Undang-Undang PBB dan yang dimaksud dengan Bangunan adalah Konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah atau perairan. Dengan ini kita dapat beralasan untuk mengenakan transaksi sewa tower dengan PPh Pasal 4 ayat (2) yaitu sewa atas tanah dan bangunan dengan tarif sebesar 10%.

Apa benar sewa tower BTS termasuk sewa tanah dan/atau bangunan?
Menurut saya pribadi tower BTS adalah peralatan, mengapa? Pertama, dilihat dari komponen tower BTS, sekalipun melekat pada tanah tower tersebut tidaklah bersifat permanen atau tetap. Buktinya? si Perusahaan pembuat tower biasanya menyewa tanah warga dalam jangka waktu beberapa tahun. Jadi sewa tanah ini membuktikan pembuatan tower tidaklah bersifat permanen, suatu waktu dapat dipindahkan jika kontrak sewa tanah oleh si pembuat tower. Jadi tower BTS ini tidak termasuk kedalam pengertian bangunan sebagaimana di atur dalam UU PBB dan BPHTB.

Kedua, jika menilik pengertian umum dari BTS sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa BTS merupakan alat penghubung antara provider dengan pelanggan/sebagai penyambung jaringan. Selain itu bagi perusahaan pembuat tower mereka tidak memasukkan pencataan tower BTS ini sebagai investasi bangunan.

Ketiga, jika kita kaji lebih lanjut, ternyata objek PPh Pasal 4 ayat (2) atas Sewa tanah dan/atau bangunan telah ditentukan secara spesifik. Mari kita tengok di peratura pelaksanaan yaitu PP No. 29 tahuan 1996 stdtd. PP No. 5 Tahun 2002 Pasal 1, bahwa "Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari persewaan tanah dan/atau bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan industri, wajib dibayar pajak penghasilan". Jadi pada ayat tersebut disebutkan secara jelas apa-apa yang menjadi objek PPh atas sewa tanah dan/atau bangunan. Jadi berdasarkan peraturan ini sewa atas tower BTS tidak termasuk dalam objek PPh Pasal 4 ayat (2).

Dari ketiga penjelasan di atas menurut saya sewa atas BTS termasuk dalam pengertian sewa peralatan sehingga pemajakan yang tepat atas sewa BTS adalah PPh Pasal 23 sebesar 2%. Dalam surat penegasan Direktorat Peraturan dan Perpajakan I Nomor S- ditegaskan bahwa penggunaan tower BTS merupakan sewa atas peralatan yang dikenakan PPh Pasal 23. Jadi bagaimana menurut Anda?


Tidak ada komentar:

Posting Komentar