Senin, 21 Juli 2014

Belajar dari film Sang Kiai (Mengubah mental Pengecut menjadi Pelecut)

Ada momen menarik dari sebuah film Tokoh Besar Indonesia ini. Sosok seorang Harun memberikan inspirasi bagi saya. Harun adalah seorang santri di Tebu Ireng. Kecintaanya pada agama Islam sangat dalam. Harun sangat dekat dan mencintai Hadratus Syaikh K.H. Hasyim Ashari.

Dalam film tersebut Harun dikisahkan sebagai pembunuh Malaby. Saya tidak menyangka di akhir cerita dia menjadi prajurit sejati yang sangat heroik di Medan Perang. Sebab di awal cerita Harun sempat menyesal karena membiarkan temannya meninggal ditembak tentara Jepang di hadapanya. Saat itu Harun sama sekali tidak menolong temannya karena sangat takut dengan tentara Jepang. Harun menyesali tindakannya tersebut di depan Sarinah (wanita yang nantinya menjadi istri Harun). Dia merasa dirinya sama sekali tidak memiliki jiwa pemberani, jiwa patriotik melainkan hanya seorang pengecut yang lari dari penjajah.

Berbeda setelah menikah dengan Sarinah. Jiwa Harun yang semakin dewasa menjadi berubah bahkan berani untuk berontak. Di awal perlawanan K.H Hasyim Ashari dengan strategi melalui dalam pemerintahan, Harun sangat kecewa dengan Sang Kiai. Harun berani meninggalkan pesantren karena menganggap Sang Kiai telah membela Jepang yang menindas rakyat dengan sistem kerja rodinya. Dia sempat ingin mengikuti jejak perlawanan dengan kekerasan. Hatinya bergejolak dan berontak.

Hingga akhirnya Sang Kiai memutuskan melawan Jepang dengan militer. Harun bergabung dengan laskar Hizbullah. Ia menyesal karena telah su'uzan  kepada Sang Kiai. Dia malu bertemu dengan Sang Kiai. Dia hanya bisa mencium sorban Sang Kiai. Sungguh sangat menyedihkan seorang murid yang sangat cinta terhadap Gurunya tak mampu mencium tangan Sang Guru untuk mendapat restu jihad di medan perang.

Pertempuran di Surabaya menjadi medan hebat buat seorang Harun. Dengan semangat juang yang luar biasa dan keyakinan akan lahirnya kemerdekaan Indonesia, Harun berperang mati-matian menyikat habis penjajah. Satu demi satu lawan dihabisi demi bebasnya Negeri ini dari para penjajah. Sempat sebelum berangkat berperang Sang istri menahan Harun. Namun, Harun dengan lantang berbicara, "Aku boleh saja dijajah. Tapi aku tidak mau anak cucuku lahir juga masih dalam keadaan terjajah."

Luar biasa semanagt para pejuang dahulu. Dengan niat berjihad dan mati syahid mereka rela mengorbankan jiwa raga untuk agama dan bangsa. Mungkin mereka inilah pahlawan sejati. Yang namanya tak dikenal tapi jasanya sangat besar untuk kemerdekaan bangsa ini. Di film ini Harun mati di medan perang setelah dengan berani dan gagahnya menembak jenderal Malaby. pemimpin sekutu di Surabaya. Bahkan aksi heroik Harun ini menjadi Pelecut bagi anggota laskar Hizbullah lainnya.

Seseorang bisa berubah. Berubah menjadi lebih baik daripada sebelumnya. Berubah dengan beraksi bukan diam saja. Siapapun bisa bagaimanapun latar belakangnya. Untuk berubah harus ada semangat dan passion. Tidak ada yang tau masa depan kita nanti seperti apa. Yang terpenting berbuat dan berubah menjadi baik dan semakin baik lagi. Memotivasi diri sendiri sangat penting. Kondisi sekarang bisa berubah 180 derajat jika kita mau berubah dan merubahnya. Allahu Akbar...

Ini film Perang kemerdekaan yang terbaik yang pernah saya lihat..

Salam...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar