Wajik Pajak Orang Pribadi berinisial AZ melaporkan SPT Tahunan PPh OP Tahun 2012. Pada laporan SPT tersebut terdapat Hibah uang dalam bentuk dolar sebesar USD 5.000.000 dari orang tua istri. Orang tua istri berinisial ZA tinggal di Singapura dan meninggal tahun 2013 dibuktikan dengan surat keterangan kematian. Namun selama ini ZA tidak memiliki NPWP. Hibah yang diberikan sudah dibuktikan dengan Akta Hibah yang penanggalanya dibuat mundur setelah penyerahan Hibah.
Fiskus merasa curiga apakah hibah ini benar adanya, atau hanya dibuat-buat. Seandainya benar hibah, maka selama ini uang tersebut yang dimiliki ZA tidak pernah dikenakan pajak karena ZA tidak terdaftar sebagai Wajib Pajak. Dalam hal ini fiskus ingin mencari kebenaran apakah akta hibah tersebut sah, apakah uang hibah tersebut cuma kamuflase dalam SPT untuk menutupi Penghasilan yang tidak dilaporkan. Bagaimana mencermati permasalahan hibah uang ini yang sering muncul dalam SPT Wajib Pajak Orang Pribadi.
Jumat, 11 Juli 2013 diskusi tentang hibah uang ini saya ikuti bersama teman-teman pengawaasan dan konsultasi. Modus munculnya hibah dalam SPT Tahunan sering ditemukan di kantor kami. Hibah dari keluarga yang satu derajat memang tidak termasuk dalam pengertian objek pajak sesuai dengan Pasal 4 ayat 3 UU PPh Tahun 2009. Sehingga atas harta hibah uang ini tidak dikenakan pajak.
Yang menjadi kekhawatiran fiskus adalah harta hibah ini sengaja dimunculkan untuk meng offset Penghasilan yang akan diterima dalam tahun-tahun ke depan. Jika ada penambahan aset dan itu tidak sesuai dengan penghasilan yang diperoleh maka Wajib Pajak bisa berdalih penambahan aset itu diperoleh dengan uang hibah. Sekalipun harta hibah itu adalah benar, maka ada potensi apakah harta yang dihibahkan tersebut sudah dikenakan pajak pada pemberi hibah.
Semua penghasilan yang diterima seseorang pada hakikatnya adalah objek pajak. Hibah dari keluarga yang sederajat dan tidak ada kaitannya dengan usaha menjadi bukan objek karena harta tersebut sudah dikenakan pajak pada saat harta tersebut dimiliki oleh pemberi hibah, Bisa dianalogikan dengan hibah suatu perusahaan kepada pihak lain titik pemajakan harta hibah adalah pada pemberi hibah dengan tidak boleh mengurangkan pemberian hibah tersebut, kecuali yang diatur dengan peraturan menteri keuangan. sehingga pemberian hibah oleh orang pribadi pun harusnya seperti itu.
Hal yang perlu diperhatikan dalam kasus ini adalah pembuktian dari kebenaran hibah tersebut. Dari hasil diskusi kemarin yang perlu fiskus lakukan untuk membuktikan kebenaran hibah adalah melakukan langkah-langkah berikut ini:
- Teliti riwayat dari pemberi hibah, apakah kekayaan atau usahanya wajar untuk memberikan hibah sebesar itu
- Akta hibah yang dibuat notaris memang susah dibuktikan keasliannya. Namun kita harus cermat bahwa akta dibuat harus ada dokumen-dokumen pendukungnya seperti surat hibah yang ditandatangani oleh saksi-saksi
- Menanyakan ke kelurahan atas kebenaran hubungan keluarga atau mencari info dari Saudara kandung Wajib Pajak apakah pemberian hibah tersebut benar adanya atau tidak
Seandainya pun benar maka jika pemberi hibah masih hidup maka kita harus mengenakan pajak hibah tersebut pada pemberi hibah, sehingga potensi pajak atas penghasilan tersebut tidak hilang.
Ada hal yang perlu diperbaiki dalam peraturan perundang-undangan kita yang harus mempertegas masalah hibah ini, yaitu Hibah boleh bukan menjadi objek pajak selama bisa dibuktikan atas hibah tersebut sudah pernah dikenakan pajak, sekalipun sebenarnya PPh bukanlah pajak objektif melainkan pajak subjektif. Ya ini adalah wewenang Direktorat Peraturan untuk mengkaji lebih dalam agar praktik manipulasi hibah ini tidak semakin marak dan banyak dilakukan oleh Wajib Pajak untuk menghindar dari pajak.
Salam..