Sekitar dua bulan yang lalu, tapatnya libur panjang akhir tahun, saya bersama rombongan darksinaga (Nama kos teman-teman saya di Bintaro) memutuskan untuk pergi berlibur ke Pantai Sawarna, Banten. Tanpa rencana sebelumnya, 3 hari sebelum berangkat saya baru dihubungi Mas Gun buat join liburan ini. Hehe karena libur panjang ini saya tidak pulang kampung, dan berharap bisa jalan-jalan, akhirnya saya putuskan ikut mereka. Terakhir pergi jalan-jalan adalah ke Lombok, jadi saatnya wat refreshing... :)
Saya belum pernah pergi ke Sawarna sebelumnya. Saya coba searching di Mbah Google. Kata orang-orang yang pernah ke sana si pantainya masih "perawan". Setelah saya temukan gambar-gambar di internet, rasanya tidak salah mereka berwisata ke Pantai di sebelah barat Pelabuhan Ratu ini. Pantai yang belum banyak dijamah orang, masih dikelola mandiri oleh warga sekitar ini sepertinya akan ramai dikunjungi pelancong yang akan merayakan tahun baru, oleh karenanya kami memutuskan untuk pergi ke sana di hari Jumat-Minggu, atau sehari sebelum tahun baru.
Pantai Sawarna ada di Provinsi Banten, tepatnya di Desa Sawarna, Kecamatan Bayah, Kabupaten Lebak. Ada 3 objek pantai yang kami kunjungi di Sawarna, antara lain pantai Ciantir, pantai Tanjung Layar dan satu lagi yang masih sangat sepi dari pengunjung dibandingkan kedua pantai sebelumnya yaitu pantai Teluk Legon Pari. Pantai terakhir ombaknya paling besar. Keindahan ketiga pantai ini akan saya ceritakan di sepanjang perjalanan Sabtu-Minggu kami ini.
Bersembilan kami berangkat dari kampus STAN. Dengan menyewa minibus kami berjalan sekitar pukul 23.00 Jumat malam. Harapannya dengan perjalanan sekitar 5 jam, kami bisa sampai di sana sebelum Subuh. Sepanjang perjalanan sebagian besar dari kami terlelap dalam mimpi, begitu juga teman saya yang di sebelah Pak Sopir. Saya sendiri sesekali terlelap dan juga terjaga, karena ketika melewati daerah perbukitan merasa was-was dan khawatir jika Pak Sopir tidak ditemani. Jalannya cukup ekstrim, setelah Pelabuhan Ratu jalan menyempit dan naik turun bukit. Samping kanan kiri adalah pohon dan semak yang menutupi jurang dan tebing. Di tengah malam yang gelap gulita, tak sepantasnya Pak Sopir ditinggal menyetir tanpa ada yang menemani ngobrol atau sekedar mengawasi jalanan sekitar. Tapi sebenarnya tidak mengapa karena ternyata eh ternyata, Pak Sopir ini sudah sering bolak-balik rute ini.
Sampai di Sawarna sekitar 4.30, tak lama kami turun suara Adzan berkumandang. Di sana kami sudah ditunggu Kang Asep, pemilik homestay yang akan kami tinggali. Homestaynya tidak jauh dari Pantai Ciantir. Pantai pertama yang kami kunjungi di Sawarna. Dari homestay kami hanya berjarak sekitar 200-300 meter. Oh ya kami menyewa 2 kamar homestay untuk mengina 2 hari satu malam. Tarifnya ternyata tidak per kamar melainkan per orang. Setiap orangnya harus membayar Rp.140.000,- itu sudah dengan fasilitas makan sebanyak 3 kali. Harga tersebut termasuk murah, jika mau pesan kamar saja tanpa makan ada yang paling murah yaotu 50.000 per orang selama satu malam. Tapi jika diitung-itung lebih irit pakai fasilitas makan, selain murah kita tidak perlu repot-repot mencari makan di luar. Sebab sekali makan di luar paling murah kita makan 8 ribu rupiah.
Tidak ada jadwal dan encana agenda pagi ini. Awalnya ingin meliat surise, namun Pantai Ciantir ini ternyata mengarah ke barat, jadi lebih indah untuk melihat sunset daripada sunrise. Akhirnya kami putuskan untuk istirahat. Sekitar jam 8 kami bangun dan bersiap untuk memulai petualangan. Menjelajahi pantai di Sawarna. Kami menggunakan pemandu karena kami sama sekali tidak tahu tempat di sana. Kami memakai jasa Saiful (14 tahun) untuk mengantarkan kami keliling Sawarna seharian. Menurut dia selama sehari dengan arah atau rute yang ia pilihkan kita bisa mengunjungi 4 objek wisata sekaligus dengan trek jalan kaki yang lumayan jauh, 4 objek tersebut adalah Goa Lalay (Lalay=Kelelawar)-Pantai Teluk Legon Pari-Pantai Tanjung Layar-Pantai Ciantir-balik ke Homestay.
1. Goa Lalay.
kami tiba di Goa Lalay sekitar pukul 10.00, sekitar 50 menit berjalan kaki dari homestay kami. Sebelum sampai di Goa Lalay kita melewati jembatan gantung yang lebih besar dari pada jembatan di Ciantir, namun selepas dari jembatan gantung, suasana menjadi cukup seram karena di sekitar terdapat banyak makam lawas yang sudah tidak terawat. Goa ini terletak di bukit yang di atasnya tumbuh banyak pohon seperti hutan kecil. Namun ada satu pohon beringin yang menjulang paling tinggi di antara pohon lainnya yang semakin membuat suasana semakin mistis. Dinamakan Goa Lalay karena menurut cerita Saiful di dalamnya banyak Lalay (Kelelawar). Panjang Goa ini sekitar 500 meter, dengan pintu masuk dan keluar yang sama, jadi menurut saya sangat berbahaya untuk disusuri sampai ujung, Jika sewaktu-waktu ada bahaya seperti longsor atau banjir kita hanya punya satu pilihan jalan keluar. Di dalam Goa sangat gelap, kita harus bersiap membawa senter. Goa ini merupakan aliran sungai, jadi jika di musim hujan seperti ini air di dalam goa cukup dalam dan kita harus lebih berhati-hati. Tidak sampai 200 meter atau separuhnya kami memutuskan untuk kembali karena suasana yang cukup membahayakan. Sebelumya ada dua teman kami yang tidak berani masuk ke Goa karena gelapnya goa ini. Oh ya ternyata masuk Goanya tidak gratis. Kami harus bayar Rp. 2000. Bagi saya ini pengalaman pertama masuk ke goa. Menurut saya tidak ada rasa yang spesial, entah keindahan atau kengeriannya. Tapi saya nilai B untuk objek wisata ini karena baru bagi saya dan lumayan menantang kegelapannya.
2. Pantai Teluk Legon Pari.
Selesai menikmati Goa Lalay, kami diajak Saiful pergi ke Pantai Teluk Legon Pari. Jaraknya dari Goa Lalay sangat jauh, saya tidak tahu tepatnya berapa kilometer. Tapi untuk sampai ke sana kurang lebih 1,5 jam dengan berjalan kaki. Kami harus menyeberang sungai, menyusuri ladang di sawah, melewati tebing sempit dan mendaki bukit. Kami harus berjalan dengan hati-hati, jika tidak kami bisa terpeleset di mana saja seperti kedua teman saya. Mereka terpeleset di sawah dan ada yang sandalnya jatuh dari tebing. Saya sendiri hampir terpeleset di jalan sempit dan licin. Perjalanan melelahkan kami ini sangat seru, kami begitu menikmatinya sekalipun jaraknya sangat jauh. Capek dan lelah tidak begitu terasa dengan hadirnya kebersamaan dan keharmonisan kami. Canda gurau dan tawa membius rasa lelah kami. Sekitar pukul 12.00 kami menyudahi perjalanan panjang ini. Kelelahan kami terbayar dengan keindahan Pantai Teluk Legon Pari ini. Di balik kebun pisang dan pohon kelapa terdengar ombak pantai yang begitu menggoda kami untuk segera bermain-main di pantai yang masih belum dikelola ini (Tidak ada pedagang atau instalasi kamar mandi). Benar sekali sampai di pantai ini kami melepas kelalahan dengan berenang di laut. Bersenang-senang dengan menantang ombak besar. Sesekali kami enjerit tertawa menikmati besarya arus ombak yang menggulung kami. Seru sangat seru,, sampai kami lupa kami menikmati pantai ini hampir 2 jam. Gila benar-benar ombak ini membuat kami mabuk.. mabuk menikmatinya.. Padahal kami belum makan siaaaaang... Luar biasa.
3. Pantai Tanjung Layar
Mengapa disebut Tanjung Layar?, Sebab Pantai ini merupakan daratan yang menjorok ke laut dan ada 2 batu karang yang menyerupai layar kapal nelayang. Jarak dari Pantai Teluk Legon Pari sekitar 5-7 km. Kami bersembilan, dengan baju basah dan sisa-sisa tenaga yang ada berjalan menyusuri pinggir pantai. Di bawah terik matahari siang kami masih semangat melanjutka perjalanan. Sesekali rame-rame berfoto jika ada spot menarik. sesekali juga duduk beristirahat. Tepat selepas Adzan Ashar, kami tiba di Pantai Tanjung Layar. Berbeda dengan Pantai Teluk Legon Pari, pantai ini banyak karangnya. Ombaknya juga tidak terlalu besar. Dengan banyaknya karang ini banyak para fotografer yang memanfaatkannya untuk mengabadikan keindahan alam Sawarana. Tidak berlama lama kami di pantai ini, kami langsung melanjutkan perjalanan pulang ke Pantai Ciantir.
4. Pantai Ciantir.
Merupakan pantai yang paling banyak dikunjungi wisatawan. Bibir pantainya memanjang panjang sekali (lebih dari 3km). Banyak pedagang di sini. Pantai ini juga sering dipakai pelancong bule untuk latihan selancar. Ombaknya lumayan besar, Anda harus berhati-hati jika membawa anak kecil. Banyak terpampang papan peringatan di sini. Di pantai ini kat warga sangat tepat untuk melihat keindahan sunset. Namun sayang sekali kami melewatkannya. Setelah perjalanan yang cukup melelahkan seharian ini, kami terjebak dalam lelapnya tidur. Tidak ada satupun dari kami yang bangun untuk melihat sunset. Sungguh merasa rugi melewatkan keindahannya yang sudah banyak saya lihat foto-fotonya di Internet. Tapi tak mengapa, akhirnya kami menikmati pantai ini di malam hari dengan berfoto ria menggunakan DSLR milik Bang Robin. Menghabiskan dingginnya pantai di malam hari membuat kami lapar dan akhirnya pesan mie rebus dan teh hangat. Sampe jam 12 kami pulang dan bristirahat.
Selesai menikmati perjalanan seharian penuh, kami tidur nyenyak sekali. Paginya kami berencana pulang lebih awal karena ada rencana mampir ke pemandian air panas Cisalak (searah perjalanan pulang). Namun rencana tinggal rencana. Ada musibah yang membuat kami kesal pagi itu. Kami terlambat pulang gara-gara Minibus kami tidak bisa keluar dari tempat parkir mobil. Ada mobil yang menutupi parkir kami dan apesnya orang yang punya mobil tersebut tidak kami ketahui dimana waktu itu. Minnggu pagi sangat ramai sekalai, para wisatawan yang mau merayakan tahun baru berdatangan pagi itu. Kami meminta Kang Asep mencarikan pemilik mobil tersebut. Lama menunggu akhirnya ada 3 dari kami yang berinisiatif mencari sendiri. Hampir 2 jam kami menunggu, ada yang sudah tak sabar dan ingin marah-marah, Akhirnya menjelang dhuhur kami menemukannya. Rasa kesal dan capek membuat kami ingin mencaci orang itu, tapi syukurlah kami bisa menahannya. Mungkin ini salah satu hambatan perjalanan kami. Kami pikir masih lebih beruntung daripada ada hambatan lain yang lebih buruk, mengingat perjalanan pulang masih panjang.
Sekalipun terhambat, kami memutuskan tetap mampir di pemandian air panas Cisalak. Ada dua tempat pemandian di sini, air hangat dan air panas beneran, Di air hangat kami berani berendam, tapi di air panas kami "wani-wani pitek" bahasa jawanya takut. Berendam sekitar setengah jam kami akhirnya memutuskan untuk pulang. Sebelum pulang kami sempatkan mencari durian. Rasanya kurang pas kalo udah jalan bareng-bareng tapi ga belah duren bareng-bareng. Mengikuti saran dari Pak Sopir kami makan drian bukan di tempat wisata karena cenderung mahal. Kami memilih di emperan jalan yang jualan sewaktu-waktu, karena mereka hanya menjual buah yang mereka temukan atau petik dari kebunnya secara langsung. Rata-rata 25 ribu per buahnya, dan itu rasanya sudah termasuk lezat..
Alhamdulillah, Minggu 30 Desember 2012 pukul 21.30 kami tiba di kampus STAN. Perjalanan yang cukup menyenangkan bersama mereka..
Foto by: Muqorobin
Foto by: Muqorobin
Bagus2
BalasHapusIya dong
Hapusperjalanan yang menyenangkan sekaligus melelahkan ya.. (^_^),,,
BalasHapus